GANGGUAN
KEBUTUHAN ELIMINASI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah metodologi
penelitian
Dosen Pengampu : Ns. Andy Sofyan, S.Kep
Di susun oleh :
1.
Dewi Fatmawati (200801474)
2.
Ito Yuwono (200801488)
3.
Noor Izza A (200801498)
4.
Putri Hapsari
(200801502)
5.
Siti Nurul H (2008014....)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
2011
GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI
A.
DEFINISI
Eliminasi merupakan proses pembuangan
sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan dapat melalui urine atau bowel.
(Tarwoto&Wartonah, 2006)
B.
KLASIFIKASI ELIMINASI
1.
Eliminasi
Urine
a.
Konsep
dasar
BAK / MIKSI adalah suatu proses
pengosongan kandung kencing.
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi
BAK adalah
Suatu keadaan dimana terganggunya proses mekanisme tubuh untuk memenuhi kebutuhan eliminasi BAK atau pengosongan kandung kencing secara normal.
Suatu keadaan dimana terganggunya proses mekanisme tubuh untuk memenuhi kebutuhan eliminasi BAK atau pengosongan kandung kencing secara normal.
Eliminasi urine normalnya adalah
pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi
organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra. Ginjal
memindahkan air dari darah dalam bentuk urine. Ureter mengalirkan urine
kebladder. Dalam bladder ditampung sampai mencapai batas tertentu yang kemudian
dikeluarkan melalui uretra.
b.
Refleks
Miksi
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf
sakral 2 (S-2) dan sakral 3 (S-3). Saraf sensorik dari kandung kemih dikirimkan
ke medula spinalis bagian sakral 2 sampai dengan sakral 4 kemudian diteruskan
ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirimkan sinyal kepada
otot kandung kemih (destrusor) untuk berkontraksi. Pada saat destrusor
berkontraksi spinter interna relaksasi dan spinter eksterna yang dibawah
kontrol kesadaran akan berperan. Apakah mau miksi atau ditahan/ditunda. Pada saat miksi otot
abdominal berkontraksi bersama meningkatnya otot kandung kemih. Biasanya tidak
lebih dari 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang disebut urine residu.
c.
Pola
eliminasi urine normal
Pola eliminasi urine sangat tergantung
pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur.
Normalnya miksi dalam sehari sekitar 5 kali.
d.
Karakteristik
urine normal
Warna urine normal adalah kuning terang
karena adanya pigmen urochrome. Namun demikian, warna urine tergantung pada
intake cairan, keadaan dehidrasi konsentrasinya menjadi lebih pekat dan
kecoklatan, penggunaan obat-obat tertentu seperti multivitamin dan preparat
besi maka urine akan berubah menjadi kemerahan sampai kehitaman.
Bau urine normal adalah bau khas amoniak
yang merupakan hasil pemecahan urea oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan
memengaruhi bau urine.
Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung
pada usia, intake cairan dan status kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1.200
sampai 1.500 ml per hari atau 150 sampai 600 ml per sekali miksi.
e.
Faktor
– faktor yang memengaruhi eliminasi urine
1)
Pertumbuhan dan perkembangan
Usia dan berat badan dapat memengaruhi
jumlah pengeluaran urine. Pada usia lanjut volume bladder berkurang, demikian
juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih sering.
2)
Sosiokultural
Budaya masyarakat di mana sebagian
masyarakat hanya dapat miksi pada tempat tertutup dan sebaliknya ada masyarakat
yang dapat miksi pada lokasi terbuka.
3)
Psikologis
Pada keadaan cemas dan stres akan
meningkatkan stimulasi berkemih.
4)
Kebiasaan seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih
di toilet, sehingga ia tidak dapat berkemih dengan menggunakan pot urine.
5)
Tonus otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot
bladder, otot abdomen, dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus,
otot dorongan untuk berkemih juga akan berkurang.
6)
Intake cairan dan makanan
Alkohol menghambat Anti Diuretik Hormon
(ADH) untuk meningkatkan pembuangan urine. Kopi, teh, coklat, cola (mengandung
kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urine.
7)
Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi
penurunan produksi urine karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit.
Peradangan dan iritasi organ kemih menimbulkan retensi urine.
8)
Pembedahan
Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi
glomerulus sehingga produksi urine akan menurun.
9)
Pengobatan
Penggunaan diuretik meningkatkan output
urine, antikolinergik, dan antihipertensi menimbulkan retensi urine.
10) Pemeriksaan
diagnostik
Intravenus pyelogram di mana pasien
dibatasi intake sebelum prosedur untuk mengurangi output urine. Cystocospy
dapat menimbulkan edema lokal pada uretra, spasme pada spinter bladder sehingga dapat
menimbulkan urine.
f.
Etiologi
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK disebabkan oleh :
Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK disebabkan oleh :
1) Obstruksi
2) Infeksi
3) Calculi
4) Pertumbuhan
jaringan yang abnormal
5) Masalah
sistemik
g.
Masalah-masalah
eliminasi urine
1) Retensi
urine
Merupakan penumpukan urine dalam bladder
dan ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi
bladder adalah urine yang terdapat dalam bladder melebihi 400 ml. Normalnya
adalah 250-400 ml.
2) Inkontinensia
urine
Adalah ketidakmampuan otot spinter
eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Ada dua jenis
inkontinensia : pertama, stres inkontinensia yaitu stres yang terjadi pada saat
tekanan intra-abdomen meningkat seperti pada saat batuk atau tertawa. Kedua,
urge inkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin
berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme
bladder.
3) Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih
(mengompol) ntuyan uang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter
eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau pada orang jompo.
h.
Tanda dan gejala
Tanda
Gangguan Eliminasi urin
1) Retensi
Urin
a) Ketidak
nyamanan daerah pubis
b) Distensi
dan ketidaksanggupan untuk berkemih
c) Urine
yang keluar dengan intake tidak seimbang.
d) Meningkatnya
keinginan berkemih dan resah
e) Ketidaksanggupan
untuk berkemih
2) Inkontinensia
urin
a) Pasien
tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
b) pasien
sering mengompol
i.
Perubahan
pola berkemih
1) Frekuensi
: meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningkat, biasanya
terjadi pada cystitis, stres dan wanita hamil.
2) Urgency
: perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karena
kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.
3) Dysuria
: rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi saluran kemih,
trauma dan striktur uretra.
4) Polyuria
(diuresis) : produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan
misalnya pada pasien DM.
5) Urinary
suppression : keadaan di mana ginjal tidak memproduksi urine secara tiba-tiba.
Anuria (urine kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar 100-500
ml/jam).
j.
Asuhan
Keperawatan Pada Klien Gangguan
Eliminasi Urine
1)
Pengkajian
a)
Riwayat Keperawatan
(1) Pola
berkemih
(2) Gejala
dari perubahan berkemih
(3) Faktor
yang memengaruhi berkemih
b)
Pemeriksaan fisik
(1) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh
darah vena, distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness,
bising usus.
(2) Genetalia
wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya
sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina.
(3) Genetalia
laki-laki
Kebersihan, adanya lesi,
tenderness, adanya pembesaran skrotum.
c)
Intake dan output cairan
(1) Kaji
intake dan ouput cairan dalam sehari (24 jam)
(2) Kebiasaan
minum dirumah
(3) Intake
: cairan infus, oral, makanan, NGT
(4) Kaji
perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
(5) Output
urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
(6) Karakteristik
urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
d) Pemeriksaan
diagnostik
(1) Pemeriksaan urine (urinalisis)
(a) Warna
: (N : jernih)
(b) Penampilan
: (N : jernih)
(c) Bau
(N : beraroma)
(d) pH
: (N : 4,5-8,0)
(e) Berat
jenis (N : 1,005 – 1,030)
(f) Glukosa (N : negatif)
(g) Keton (N : negatif)
(2) Kultur
urine (N: kuman patogen negatif)
2)
Diagnosa
Keperawatan
a)
Gangguan
pola eliminasi urine : inkontinensia
(1) Definisi
: kondisi di mana seseorang tidak mampu mengendalikan pengeluaran urine.
(2) Kemungkinan
berhubungan dengan :
(a) Gangguan
neuromuskuler
(b) Spasme
bladder
(c) Trauma
pelvic
(d) Infeksi
saluran kemih
(e) Trauma
medulla spinalis
(3) Kemungkinan
data yang ditemukan :
(a) Inkontinensia
(b) Keinginan
berkemih yang segera
(c) Sering
ke toilet
(d) Menghindari
minum
(e) Spasme
bladder
(f) Setiap
berkemih kurang gizi dari 100 ml atau lebih dari 550 ml.
(4) Tujuan
yang diharapkan :
(a) Klien
dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam.
(b) Tidak
ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine.
(c) Klien
berkemih dalam keadaan rileks
(5)
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1. Monitor
keadaan bladder setiap 2 jam
|
Rasional
: membantu mencegah distensi atau komplikasi
|
2. Tingkatkan
aktivitas dengan kolaborasi dokter/fisioterapi
|
Rasional
: meningkatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi bladder.
|
3. Kolaborasi
dalam bladder training
|
Rasional
: menguatkan otot dasar pelvis
|
4. Hindari
faktor pencetus inkontinensia urine seperti cemas
|
Rasional
: mengurangi / menghindari inkontinensia
|
5. Kolaborasi
dengan dokter dalam pengobatan dan kateterisasi
|
Rasional
: mengatasi faktor penyebab
|
6. Jelaskan
tentang :
·
Pengobatan
·
Kateter
·
Penyebab
·
Tindakan lainnya
|
Rasional
: meningkatkan pengetahuan dan diharapkan pasien lebih kooperatif.
|
b)
Retensi urine
(1) Definisi
: kondisi di mana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder secara tuntas.
(2) Kemungkinan
berhubungan dengan :
(a) Obstruksi
mekanik
(b) Pembesaran
prostat
(c) Trauma
(d) Pembedahan
(e) Kehamilan
(3) Kemungkinan
data yang ditemukan :
(a) Tidak
tuntasnya pengeluaran urine
(b) Distensi
bladder
(c) Hipertropi
prostat
(d) Kanker
(e) Infeksi
saluran kemih
(f) Pembedahan
besar abdomen
(4) Tujuan
yang diharapkan :
(a) Pasien
dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam
(b) Tanda
dan gejala retensi urine tidak ada
(5)
Intervensi
Intervensi
|
Rasional
|
1. Monitor
keadaan bladder setiap 2 jam
|
Rasional
: Menentukan masalah
|
2. Ukur
intake dan output cairan setiap 4 jam
|
Rasional
: memonitor keseimbangan cairan
|
3. Berikan
cairan 2.000 ml/hari dengan kolaborasi
|
Rasional
: menjaga defisit cairan
|
4. Kurangi
minum setelah jam 6 malam
|
Rasional
: mencegah nokturia
|
5. Kaji
dan monitor analisis urine elektrolit dan berat badan
|
Rasional
: membantu memonitor keseimbangan cairan
|
6. Lakukan
latihan pergerakan
|
Rasional
: meningkatkan fungsi ginjal dan bladder
|
7. Lakukan
relaksasi ketika duduk berkemih
|
Rasional
: relaksasi pikiran dapat meningkatkan kemampuan berkemih.
|
8. Ajarkan
teknik latihan dengan kolaborasi dokter/fisioterapi
|
Rasional
: menguatkan otot pelvis
|
9. Kolaborasi
dalam pemasangan kateter
|
Rasional
: mengeluarkan urine
|
2.
Eliminasi
Bowel
a.
Konsep
Dasar
1)
Anatomi
dan Fisiologis
a) Saluran
gastrointestinal bagian atas
Makanan yang masuk akan dicerna secara
mekanik dan kimiawi di mulut dan dilambung dengan bantuan enzim, asam lambung.
Selanjutnya makanan yang sudah dalam bentuk chyme didorong ke usus halus.
b) Saluran
gastrointestinal bagian bawah
Saluran gastrointestinal bawah meliputi
usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas duodenum, jejenum, dan ileum
yang panjangnya kira-kira 6 meter dan diameter 2,5 cm. Usus besar terdiri atas
cecum, colon dan rectum yang kemudian bermuara pada anus. Panjang usus besar
sekitar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Usus menerima zat makanan
yang sudah berbentuk chyme (setengah padat) dari lambung untuk mengabsorbsi
air, nutrien dan elektrolit. Usus sendiri mensekresi mucus, potassium,
bikarbonat, dan enzim.
Chyme bergerak karena adanya peristaltik
usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai mencapai
rektum normalnya diperlukan waktu 12 jam. Gerakan kolon terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu haustral shuffing adalah gerakan mencampur chyme untuk membantu
absorpsi air, kontraksi haustral adalah gerakan untuk mendorong materi cair dan
semipadat sepanjang kolon, gerakan peristaltik adalah berupa gelombang, gerakan
maju ke anus.
2)
Proses
Defekasi
Defekasi
adalah proses atau pengeluaran sisa
metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan
melalui anus.
Dalam
proses defekasi terjadi dua macam refleks yaitu :
a) Refleks
defekasi intrinsik
Refleks ini berawal dari feses yang
masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan
rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah
feses tiba di anus, secara sistematis spinter interna relaksasi maka terjadilah
defekasi.
b) Relfeks
defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan
merangsang saraf rektum Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum
yang kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektum yang
menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi spinter internal, maka
terjadilah defekasi.
Dorongan feses juga dipengaruhi oleh
kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma dan kontraksi otot elevator. Defekasi
dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam
proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah
CO2, metana, H2, S2, O2 dan nitrogen.
Feses terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Feses normal
berwarna coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin dan aktivitas bakteri. Bau
khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk.
b.
Faktor-faktor
Yang Memengaruhi Proses Defekasi
1)
Usia
Pada usia bayi kontrol defekasi belum
berkembang, sedangkan pada usia lanjut kontrol defekasi menurun.
2)
Diet
Makanan berserat akan mempercepat
produksi feses, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga memengaruhi
proses defekasi.
3)
Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan
menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorpsi cairan yang
meningkat.
4)
Aktivitas
Tonus otot abdomen, pelvis, dan
diafragma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan
memudahkan bahan feses bergerak
sepanjang kolon.
5)
Fisiologis
Keadaan cemas, takut dan marah akan
meningkatkan peristaltik, sehingga menyebabkan diare.
6)
Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan
diare dan konstipasi.
7)
Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air
besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar dan kebiasaan
menahan buang air besar.
8)
Prosedur diagnostik
Klien yang akan dilakukan prosedur
diagnostik biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat
buang air besar kecuali setelah makan.
9)
Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat
menimbulkan diare dan konstipasi.
10) Anastesi
dan pembedahan
Anestesi umum dapat menghalangi impuls
parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini
dapat berlangsung selama 24-48 jam.
11) Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar
seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, episiotomi akan mengurangi keinginan
untuk buang air besar.
12) Kerusakan
sensorik dan motorik
Kerusakan spinal cord dan injuri kepala
akan menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi.
c.
Masalah
- masalah Umum yang terjadi eliminasi bowel
1) Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu
yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga
mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi
terlalu kering dan keras.
2) Diare
Diare merupakan keadaan individu yang
mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair.
Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah.
3) Inkontinensia
usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan
individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal,
sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga
disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot
untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan
sphincter.
4) Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara
dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus.
5) Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya
pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus
yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain.
6) Fecal
Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses
karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi
feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang,
aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
d.
Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Eliminasi Bowel
1. Pengkajian
a. Riwayat
Keperawatan
1) Pola
defekasi : frekuensi, pernah berubah.
2) Perilaku
defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola.
3) Deskripsi
feses : warna, bau, dan tekstur.
4) Diet
: makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan, makanan yang
dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
5) Cairan
: jumlah dan jenis minuman/hari
6) Aktivitas
: kegiatan sehari-hari
7) Kegiatan
yang spesifik.
8) Penggunaan
medikasi : obat-obatan yang memengaruhi defekasi.
9) Stress
: stress berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau bagaimana
menerima.
10) Pembedahan/penyakit
menetap.
b. Pemeriksaan
Fisik
Ø Abdomen
: distensi, simetris, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, tenderness.
Ø Rektum
dan anus : tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula, hemorroid,
adanya massa, tenderness.
c. Keadaan
Feses
Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah,
unsur abnormal dalam feses : lendir.
d. Pemeriksaan
Diagnostik
Ø Anuskopi
Ø Proktosigmoidoskopi
Ø Rontgen
dengan kontras
2. Diagnosa
Keperawatan dan Intervensi
a. Gangguan
eliminasi : konstipasi (aktual/risiko)
Definisi : kondisi dimana seseorang
mengalami perubahan pola yang normal dalam berdefikasi dengan karakteristik
menurunnya frekuensi buang air besar dan feses yang keras.
Kemungkinan berhubungan dengan :
Ø Imobilisasi
Ø Menurunnya
aktivitas fisik
Ø Ileus
Ø Stress
Ø Kurang
privasi
Ø Menurunnya
mobilitas intestinal
Ø Perubahan
atau pembatasan diet
Kemungkinan data yang ditemukan :
Ø Menurunnya
bising usus
Ø Mual
Ø Nyeri
abdomen
Ø Adanya
massa pada abdomen bagian kiri bawah
Ø Perubahan
konsistensi feses, frekuensi buang air besar.
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada
:
Ø Anemia
Ø Hipotiroidisme
Ø Dialisa
ginjal
Ø Pembedahan
abdomen
Ø Paralisis
Ø Cedera
spinal cord
Ø Imobilisasi
yang lama
Tujuan yang diharapkan :
Ø Pasien
kembali ke pola normal dari fungsi bowel
Ø Terjadi
perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi.
Intervensi
1) Catat
dan kaji kembali warna, konsistensi, jumlah dan waktu buang air besar.
Rasional : pengkajian dasar untuk
mengetahui adanya masalah bowel.
2) Kaji
dan catat pergerakan usus
Rasional : deteksi dini penyebab
konstipasi
3) Jika
terjadi fecal impaction :
Ø Lakukan
pengeluaran manual
Ø Lakukan
gliserin klisma
Rasional : membantu mengeluarkan feses
4) Konsultasi
dengan dokter tentang :
Ø Pemberian
laksatif
Ø Enema
Ø Pengobatan
Rasional : meningkatkan eliminasi
5) Berikan
cairan adekuat
Rasional : membantu feses lebih lunak
6) Berikan
makanan tinggi serat dan hindari makanan yang banyak mengandung gas dengan
konsultasi bagian gizi
Rasional : menurunkan konstipasi
7) Bantu
klien dalam melakukan aktivitas pasif dan aktif
Rasional : meningkatkan pergerakan usus
8) Berikan
pendidikan kesehatan tentang :
Ø Personal
hygiene
Ø Kebiasaan
diet
Ø Cairan
dan makanan yang mengandung gas
Ø Aktivitas
Ø Kebiasaan
buang air besar
Rasional : mengurangi / menghindari
inkontinensia
b. Gangguan
eliminasi : diare
Definisi : kondisi di mana terjadi perubahan kebiasaan buang air
besar dengan karakteristik feses cairan.
Kemungkinan berhubungan dengan :
Ø Inflamasi,
iritasi dan malabsorbsi
Ø Pola
makan yang salah
Ø Perubahan
proses pencernaan
Ø Efek
samping pengobatan
Kemungkinan data yang ditemukan :
Ø Feses
berbentuk cair
Ø Meningkatnya
frekuensi buang air besar
Ø Meningkatnya
peristaltik usus
Ø Menurunnya
nafsu makan
Kondisi klini kemungkina terjadi pada :
Ø Peradangan
bowel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar